Di era digital dengan derasnya arus informasi dan padatnya aktivitas kampus, media sosial menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan mahasiswa. Platform seperti Instagram, Twitter, dan TikTok tak hanya memudahkan interaksi, tetapi juga menghadirkan fenomena psikologis yang kian marak: Fear of Missing Out (FOMO) atau ketakutan tertinggal dari tren dan pergaulan. Fenomena ini bukan lagi istilah gaul semata, melainkan realitas yang memengaruhi kesejahteraan mental, interaksi sosial, hingga prioritas akademik mahasiswa.
Apa Itu FOMO?
FOMO adalah singkatan dari Fear of Missing Out yang berarti ketakutan tertinggal. Istilah ini pertama kali dikenalkan oleh Patrick McGinnis pada 2004 dan kian populer seiring perkembangan media sosial. Mahasiswa yang mengalami FOMO kerap merasa cemas jika tidak terlibat dalam kegiatan atau tren yang sedang ramai. Tekanan untuk selalu up-to-date, hadir di berbagai acara, aktif di organisasi, dan memamerkan semua itu di media sosial membuat mereka seperti “terikat” pada kebutuhan untuk diakui.
Motivasinya pun beragam: membangun citra diri, memperluas pergaulan, hingga sekadar menghindari rasa terasing dari lingkungannya.
Faktor Penyebab FOMO
Beberapa hal yang memicu FOMO di kalangan mahasiswa antara lain:
- Media Sosial
Melihat unggahan teman tentang aktivitas sosial, liburan, atau prestasi akademik memunculkan rasa takut ketinggalan momen. - Tekanan Teman Sebaya
Dorongan untuk mengikuti tren agar tidak dianggap “kudet” atau kurang gaul seringkali begitu kuat di lingkungan kampus. - Rendahnya Kepercayaan Diri
Mahasiswa yang merasa kurang percaya diri cenderung membandingkan dirinya dengan orang lain dan khawatir tertinggal pencapaian. - Kurangnya Kesadaran Diri
Tidak mengenal diri sendiri dengan baik membuat mahasiswa mudah terbawa arus tren tanpa mempertimbangkan minat atau prioritas pribadi.
Dampak FOMO pada Mahasiswa
FOMO dapat memicu kecemasan, stres, rendah diri, dan ketidakpuasan terhadap diri sendiri. Mahasiswa terdorong untuk selalu hadir di setiap tren, membeli barang kekinian, atau mengikuti berbagai acara meski di luar kemampuan finansial.
Akibatnya:
- Masalah keuangan muncul karena pengeluaran berlebihan.
- Waktu belajar dan pengembangan diri terabaikan karena energi terkuras untuk memantau media sosial.
- Prioritas akademik tergeser oleh keinginan untuk selalu terhubung dengan tren.
Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat memengaruhi kesehatan mental dan prestasi akademik mahasiswa.
Cara Mengatasi FOMO
Langkah pertama adalah menyadari bahwa FOMO ada dan memengaruhi kehidupan kita. Beberapa cara untuk mengatasinya:
- Batasi penggunaan media sosial: Tentukan jadwal khusus untuk membuka media sosial agar tidak mengganggu kegiatan utama.
- Fokus pada tujuan pribadi: Kenali apa yang benar-benar penting bagi diri sendiri, bukan sekadar mengikuti tren.
- Bangun koneksi autentik: Berteman dengan orang-orang yang mendukung dan menghargai apa adanya akan memberikan makna lebih daripada sekadar popularitas di dunia maya.
- Kembangkan minat dan bakat: Alih-alih sibuk memantau kehidupan orang lain, energi dapat dialihkan untuk pengembangan diri dan pencapaian yang lebih berarti.
Pada akhirnya, kebahagiaan tidak diukur dari jumlah likes atau komentar di media sosial, melainkan dari bagaimana kita menjalani hidup dengan autentik dan seimbang.
oleh Desi Ratna Pratiwi