Demokrasi Terancam? Menyikapi Putusan MK Terkini di Indonesia

0
108

Belakangan ini, perbincangan publik ramai membahas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dianggap kontroversial, terutama menjelang Pilkada 2024. Keputusan ini memunculkan beragam reaksi, baik dari kalangan politisi, akademisi, hingga masyarakat umum. Bagaimana sebenarnya dampak putusan ini terhadap demokrasi kita?

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 memperbolehkan partai politik atau gabungan partai politik mencalonkan kepala daerah tanpa kursi di DPRD, asalkan mendapatkan jumlah suara sah tertentu. Langkah ini bertujuan untuk memberi kesempatan lebih luas bagi partai-partai baru dan kecil untuk ikut serta dalam Pilkada. Namun, persyaratan suara yang cukup tinggi dinilai oleh sebagian pihak masih menyulitkan partai-partai tersebut untuk bersaing secara adil.

Di sisi lain, Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang mengatur batas usia minimal 30 tahun bagi calon gubernur dan wakil gubernur juga menimbulkan perdebatan. Para penggugat berargumen bahwa keputusan ini lebih sesuai dengan konteks kekinian, namun penolakan DPR terhadap implementasi putusan ini justru menambah panas diskusi politik. Isu ini memunculkan tagar #KawalPutusanMK dan #PeringatanDarurat di media sosial sebagai bentuk ketidakpuasan publik terhadap pengabaian putusan MK yang dianggap melemahkan demokrasi.

Tidak berhenti di situ, respons DPR yang secara cepat melakukan revisi terhadap Undang-Undang Pilkada memicu kontroversi lebih lanjut. Revisi ini dianggap sarat kepentingan politik tertentu untuk meloloskan calon spesifik dalam kontestasi Pilkada mendatang. Langkah cepat DPR ini memicu kemarahan publik yang melihatnya sebagai upaya untuk melemahkan supremasi hukum dan mencederai demokrasi. Akibatnya, gelombang protes dan aksi demo besar-besaran terjadi di berbagai daerah. Masyarakat menilai bahwa keputusan ini tidak hanya mengancam prinsip-prinsip demokrasi, tetapi juga mengikis kepercayaan terhadap integritas lembaga-lembaga negara.

Dalam konteks ini, keberpihakan MK sebagai penjaga konstitusi dipertaruhkan. Jika lembaga hukum tertinggi diabaikan dan keputusan-keputusan strategis disesuaikan untuk kepentingan politik tertentu, apa yang akan terjadi pada kualitas demokrasi kita? Mampukah demokrasi bertahan ketika hukum dan keadilan diabaikan demi kepentingan segelintir elit? Pertanyaan-pertanyaan ini menggantung di benak publik, mencerminkan kekhawatiran mendalam akan masa depan demokrasi di Indonesia.

Penulis: Erwin Sujana

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini