Bullying di Dunia Pendidikan: Dari Sekolah hingga Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS)

1
275

Kasus bullying atau perundungan di dunia pendidikan terus menjadi isu yang relevan di berbagai tingkatan, mulai dari sekolah dasar hingga pendidikan tinggi. Baru-baru ini, perundungan dalam lingkungan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) menjadi sorotan. Insiden ini membuka mata banyak pihak bahwa bullying tidak hanya terjadi di kalangan siswa muda, tetapi juga di lingkungan pendidikan profesional yang seharusnya diisi oleh individu dewasa dan terdidik.

Perundungan di Lingkungan PPDS: Fenomena yang Mencemaskan

Perundungan di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di beberapa rumah sakit pendidikan belakangan ini menjadi perhatian publik. Program yang seharusnya menjadi tempat para calon dokter spesialis mengasah ilmu dan keterampilan mereka, justru menjadi arena perundungan yang dilakukan oleh senior terhadap junior. Bentuk perundungan yang terjadi sering kali bersifat verbal, intimidasi, hingga pemberian tugas yang tidak proporsional dan tidak relevan dengan tujuan pendidikan.

Kasus yang mencuat, salah satunya, melibatkan mahasiswa PPDS yang mengalami tekanan mental karena beban kerja yang berlebihan dan suasana kerja yang tidak mendukung. Banyak peserta program yang akhirnya mengalami stres berat, kecemasan, hingga depresi. Dalam beberapa kasus, perundungan ini bahkan mendorong korban untuk mengundurkan diri dari program atau mengalami penurunan performa yang signifikan.

Mengapa Perundungan di PPDS Terjadi?

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab mengapa bullying masih terjadi di lingkungan PPDS:

  1. Budaya Hierarki yang Kaku: Lingkungan PPDS masih kental dengan budaya hierarki yang kuat, di mana senior dianggap memiliki kekuasaan lebih dan junior harus tunduk tanpa mempertanyakan. Budaya ini sering kali memicu perilaku perundungan dengan dalih “pembelajaran” atau “pembentukan mental”.
  2. Kurangnya Pengawasan: Meski PPDS berada dalam pengawasan institusi pendidikan dan rumah sakit, sering kali tidak ada pengawasan yang efektif terkait interaksi antar peserta didik. Hal ini memungkinkan praktik bullying terus terjadi tanpa ada sanksi yang jelas.
  3. Normalisasi Perundungan: Banyak peserta PPDS menganggap perundungan sebagai bagian dari “tradisi” yang wajar. Mereka yang menjadi korban enggan melaporkan karena khawatir dianggap lemah atau karena takut akan dampak negatif terhadap karier mereka.

Dampak Buruk Perundungan di PPDS

Perundungan di PPDS memiliki dampak serius baik secara fisik maupun psikologis. Peserta program yang menjadi korban sering mengalami penurunan kesehatan mental, yang dapat mempengaruhi kinerja mereka dalam menangani pasien. Lebih dari itu, lingkungan kerja yang tidak sehat ini dapat menurunkan kualitas layanan medis yang diberikan kepada masyarakat.

Di sisi lain, perundungan ini juga dapat merusak kualitas pendidikan itu sendiri. Alih-alih fokus pada pengembangan kompetensi medis, peserta didik lebih banyak menghabiskan energi mereka untuk menghadapi tekanan dari lingkungan sosial.

Langkah-Langkah Penanganan

Mengatasi perundungan di PPDS memerlukan komitmen dari seluruh pihak, baik institusi pendidikan, rumah sakit, hingga organisasi profesi. Beberapa langkah yang bisa diambil antara lain:

  1. Menyusun Kebijakan Anti-Bullying: Institusi pendidikan dan rumah sakit harus memiliki kebijakan tegas terhadap segala bentuk perundungan. Kebijakan ini harus disertai dengan mekanisme pelaporan yang aman dan sanksi yang jelas.
  2. Menciptakan Budaya Profesionalisme: Budaya hierarki yang kaku perlu diubah menjadi budaya profesionalisme, di mana setiap individu dihormati berdasarkan kapasitas dan kompetensinya, bukan semata-mata karena senioritas.
  3. Pengawasan dan Pendampingan Psikologis: Perlu ada pengawasan yang lebih ketat dan pendampingan psikologis yang memadai bagi peserta PPDS. Institusi harus menyediakan layanan konseling bagi mereka yang merasa tertekan atau menjadi korban perundungan.

    Bullying di dunia pendidikan, baik di tingkat dasar maupun profesional seperti PPDS, menunjukkan bahwa masalah ini masih menjadi tantangan serius. Perubahan nyata hanya bisa tercapai jika ada kesadaran dan tindakan kolektif dari semua pihak yang terlibat. Perundungan tidak boleh lagi dianggap sebagai hal normal, terutama di lingkungan pendidikan yang seharusnya menjadi tempat pembelajaran dan pengembangan diri.

Referensi:

  1. Olweus, D. (1993). Bullying at School: What We Know and What We Can Do. Oxford: Blackwell.
  2. Smith, P. K., & Sharp, S. (1994). School Bullying: Insights and Perspectives. London: Routledge.
  3. KPAI. (2023). Laporan Kasus Perundungan di Indonesia. Jakarta: Komisi Perlindungan Anak Indonesia.

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini