ADVOKASI DALAM PROMOSI KESEHATAN

8
16

📚 I. Pengertian Advokasi dalam Promosi Kesehatan

  • Advokasi adalah proses memengaruhi pembuat kebijakan, pemangku kepentingan, atau masyarakat luas untuk mendukung kebijakan/program kesehatan yang berdampak luas.
  • Dalam promosi kesehatan, advokasi menjadi salah satu dari 3 strategi utama WHO (selain pemberdayaan dan mediasi).

    🛠️ II. Tujuan dan Fungsi Advokasi Kesehatan
    Menghasilkan perubahan kebijakan yang berpihak pada kesehatan masyarakat.
    Menumbuhkan dukungan politik dan sosial terhadap program kesehatan.
    Meningkatkan kesadaran publik dan mengubah norma sosial.
    Membangun kemitraan lintas sektor (pemerintah, swasta, masyarakat).

    🔄 III. Proses dan Tahapan Advokasi
    Identifikasi Masalah Kesehatan
    Data epidemiologi, hasil penelitian, atau keluhan masyarakat.
    Analisis Pemangku Kepentingan
    Siapa yang mendukung? Siapa yang menolak? Siapa yang netral?
    Penentuan Tujuan Advokasi
    Apa yang ingin dicapai? (misal: peraturan, alokasi dana, sosialisasi)
    Penyusunan Pesan Advokasi
    Harus singkat, jelas, berbasis data, dan menyentuh kepentingan target.
    Pemilihan Strategi dan Media
    Pertemuan langsung, media massa, media sosial, surat terbuka, petisi.
    Pelaksanaan dan Pemantauan
    Evaluasi respons dari target dan tindak lanjut yang diperlukan.

    🎯 IV. Prinsip-Prinsip Utama Advokasi Efektif
    Berbasis Bukti: Data yang kuat dan dapat dipercaya
    Kontekstual: Menyesuaikan dengan budaya, waktu, dan audiens
    Partisipatif: Mengajak kelompok rentan atau penerima manfaat
    Koalisi: Bekerja sama dengan berbagai pihak (LSM, media, tokoh masyarakat)

    🧩 V. Tantangan Advokasi Kesehatan
    – Resistensi dari pihak yang merasa terancam (industri rokok, junk food, dll)
    – Kurangnya kapasitas SDM dalam berkomunikasi strategis
    – Minimnya dukungan politik atau anggaran
    – Ketidakpahaman publik terhadap urgensi isu

    📌 VI. Contoh Kasus Advokasi
    Isu: Kenaikan pajak rokok
    Strategi: Koalisi dengan akademisi, pelibatan media, kampanye berbasis bukti kematian akibat rokok
    Target: Kementerian Keuangan dan DPR
    Hasil: Revisi kebijakan tarif cukai rokok

    ✏️ SOAL ESSAY (3 Soal)
    Jelaskan perbedaan antara advokasi dan komunikasi informasi dalam promosi kesehatan! Berikan contoh masing-masing dalam konteks kampanye anti-merokok.
    Sebuah daerah mengalami peningkatan kasus obesitas pada remaja. Rancanglah strategi advokasi kepada pemerintah daerah untuk mengatasi masalah tersebut, mulai dari identifikasi masalah hingga strategi pelaksanaannya.
    Apa saja tantangan yang sering dihadapi dalam kegiatan advokasi promosi kesehatan? Bagaimana strategi untuk mengatasinya secara efektif dan etis? Jelaskan disertai contoh.

8 KOMENTAR

  1. Intan malda 02230200021
    1. Advokasi adalah upaya memengaruhi pembuat kebijakan atau pemimpin agar mendukung perubahan sistem atau aturan. Sasarannya biasanya adalah pemerintah, tokoh masyarakat, atau pemegang kekuasaan.

    Komunikasi informasi bertujuan menyampaikan pengetahuan kepada masyarakat agar mereka mau mengubah perilaku kesehatannya. Sasarannya adalah masyarakat umum.

    Contoh kampanye anti-merokok:
    Advokasi: Mengajukan perda Kawasan Tanpa Rokok kepadaDPRD atau pemerintah daerah.
    ●Komunikasi informasi: Menyebarkan poster dan video edukatif tentang bahaya merokok di media sosial dan sekolah.

    2. Masalah: Terjadi peningkatan kasus obesitas remaja akibat makanan tidak sehat dan kurang aktivitas fisik.
    Tujuan: Mendorong pemerintah daerah membuat kebijakan untuk mencegah obesitas remaja.
    Langkah-langkah:
    ●Identifikasi masalah dengan mengumpulkan data prevalensi dan penyebab obesitas.
    ●Bangun kerja sama dengan sekolah, guru, orang tua, dan LSM
    ●Susun usulan program, misalnya kebijakan “Sekolah Sehat” yang mengatur jajanan sehat, jadwal olahraga, dan edukasi gizi.
    ●Lakukan audiensi atau pertemuan dengan DPRD dan dinas terkait.
    ●Pantau dan evaluasi pelaksanaan kebijakan untuk melihat dampaknya.

    3. Tantamgan
    ●Kurangnya dukungan pejabat: Atasi dengan data dan bukti dampak ekonomi.
    ●Masyarakat kurang terlibat: Libatkan tokoh masyarakat dan komunitas sejak awal.
    ●Adanya konflik kepentingan (misalnya dari industri): Fokus pada kepentingan kesehatan masyarakat.
    ●Keterbatasan dana dan tenaga: Gunakan media digital dan kerja sama lintas sektor.
    ●Budaya yang tidak mendukung perubahan: Gunakan pendekatan lokal dan libatkan tokoh agama/adat.

    Contoh pendekatan etis dan efektif: Dalam kampanye larangan iklan rokok, fokus pada perlindungan anak-anak, bukan menyalahkan perokok.

  2. Nama : Yudi Dharmawan
    NIM : 02230200019

    1. Jelaskan perbedaan antara advokasi dan komunikasi informasi dalam promosi kesehatan! Berikan contoh masing-masing dalam konteks kampanye anti-merokok.

    Advokasi adalah upaya yang dilakukan untuk memengaruhi pembuat kebijakan, tokoh masyarakat, atau pihak yang memiliki kekuasaan agar menciptakan perubahan kebijakan, sistem, atau lingkungan yang mendukung perilaku hidup sehat. Advokasi biasanya menggunakan pendekatan berbasis bukti, data, dan strategi komunikasi yang terarah untuk menciptakan perubahan di tingkat struktural atau kebijakan.
    Sementara itu, komunikasi informasi adalah kegiatan menyampaikan pengetahuan atau pesan kesehatan kepada masyarakat umum dengan tujuan meningkatkan kesadaran dan mengubah perilaku individu agar lebih sehat. Komunikasi informasi biasanya dilakukan melalui penyuluhan, media massa, poster, atau kampanye sosial.
    Contoh dalam konteks kampanye anti-merokok:
    • Advokasi: Mengadakan audiensi dengan DPRD dan Dinas Kesehatan untuk mengusulkan peraturan daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di tempat umum dan sekolah-sekolah.
    • Komunikasi informasi: Menyelenggarakan penyuluhan di sekolah-sekolah tentang bahaya merokok, menyebarkan poster dan brosur, serta membuat kampanye di media sosial mengenai dampak buruk rokok bagi kesehatan.

    2. Sebuah daerah mengalami peningkatan kasus obesitas pada remaja. Rancanglah strategi advokasi kepada pemerintah daerah untuk mengatasi masalah tersebut, mulai dari identifikasi masalah hingga strategi pelaksanaannya.

    Langkah pertama dalam strategi advokasi adalah melakukan identifikasi masalah. Dalam hal ini, data dari Puskesmas menunjukkan adanya peningkatan kasus obesitas pada remaja dalam tiga tahun terakhir. Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain: kebiasaan mengonsumsi makanan cepat saji, kurangnya aktivitas fisik, dan minimnya edukasi tentang gizi di sekolah.
    Tujuan advokasi adalah mendorong pemerintah daerah untuk menerapkan kebijakan promotif dan preventif yang dapat menurunkan angka obesitas remaja, seperti program makan sehat, olahraga teratur, dan edukasi gizi.
    Sasaran dari advokasi ini adalah para pengambil kebijakan, seperti pemerintah daerah (wali kota atau bupati), Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan DPRD.
    Strategi pelaksanaannya meliputi:
    1. Mengumpulkan data dan bukti yang menunjukkan peningkatan kasus obesitas serta dampaknya terhadap kesehatan dan ekonomi daerah.
    2. Membentuk koalisi atau aliansi dengan pihak-pihak yang peduli, seperti organisasi profesi kesehatan, sekolah, orang tua siswa, serta tokoh masyarakat.
    3. Menyusun proposal kebijakan yang berisi program konkret, seperti penyediaan kantin sehat di sekolah, penambahan jam olahraga, dan pelatihan guru tentang edukasi gizi.
    4. Melakukan kampanye melalui media sosial, media lokal, dan kegiatan komunitas untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan menciptakan dukungan publik.
    5. Menjalin komunikasi langsung melalui audiensi dan pertemuan resmi dengan DPRD, Dinas Kesehatan, dan Dinas Pendidikan untuk menyampaikan data dan usulan kebijakan.

    3. Apa saja tantangan yang sering dihadapi dalam kegiatan advokasi promosi kesehatan? Bagaimana strategi untuk mengatasinya secara efektif dan etis? Jelaskan disertai contoh.

    Beberapa tantangan yang umum dihadapi dalam advokasi promosi kesehatan antara lain:
    Pertama, kurangnya dukungan dari pembuat kebijakan. Hal ini dapat diatasi dengan menyampaikan data yang kuat, studi kasus lokal, serta melibatkan tokoh masyarakat yang dipercaya oleh pemerintah. Misalnya, jika DPRD tidak mendukung Perda Kawasan Tanpa Rokok, advokasi dapat dilakukan dengan menyampaikan data peningkatan penyakit akibat rokok di daerah tersebut dan mengundang testimoni dari dokter atau keluarga pasien.
    Kedua, keterbatasan dana dan sumber daya. Strateginya adalah menggandeng mitra potensial seperti LSM, organisasi profesi, atau perusahaan melalui program CSR (Corporate Social Responsibility). Sebagai contoh, untuk mendukung program edukasi gizi, dapat bekerja sama dengan perusahaan makanan sehat untuk memberikan sponsor atau bantuan logistik.
    Ketiga, rendahnya partisipasi masyarakat. Hal ini bisa diatasi dengan pendekatan berbasis komunitas, seperti melibatkan tokoh adat atau tokoh agama dalam menyampaikan pesan kesehatan agar lebih mudah diterima oleh masyarakat.
    Keempat, adanya penolakan dari kelompok berkepentingan, seperti industri rokok atau makanan cepat saji. Strategi mengatasinya adalah dengan melakukan pendekatan dialog dan komunikasi terbuka, serta menegaskan bahwa kebijakan kesehatan masyarakat bertujuan jangka panjang untuk kesejahteraan bersama. Misalnya, dalam menghadapi penolakan industri terhadap larangan iklan rokok, dapat ditunjukkan data kerugian ekonomi akibat penyakit yang ditimbulkan oleh rokok.
    Dengan pendekatan yang etis, partisipatif, dan berbasis bukti, tantangan-tantangan dalam advokasi dapat diatasi untuk menciptakan perubahan yang berdampak luas.

  3. Nama : Intan Septriana
    NPM : 02203100005

    1. Advokasi dan komunikasi informasi adalah dua strategi yang berbeda dalam promosi kesehatan. Advokasi berfokus pada upaya mempengaruhi kebijakan atau lingkungan untuk mendukung kesehatan, sedangkan komunikasi informasi bertujuan untuk menyebarkan pesan kesehatan kepada masyarakat agar terjadi perubahan perilaku. Dalam kampanye anti-merokok, advokasi bisa digunakan untuk mendorong kebijakan pembatasan merokok, sementara komunikasi informasi bisa digunakan untuk menyebarkan informasi tentang bahaya merokok.
    Fokus advokasi : Mengubah kebijakan, peraturan, atau lingkungan (pengaruh terhadap pengambil keputusan)
    Fokus komunikasi informasi : Menyebarkan informasi dan edukasi kepada masyarakat (pengaruh terhadap individu)
    Sasaran advokasi : Pengambil keputusan, pengusaha, media, dll.
    sasaran Komunikasi : InformasiMasyarakat umum (individu)
    contoh advokasi : Melobi pemerintah untuk menaikkan pajak rokok, mendukung kebijakan bebas asap rokok.
    contoh Komunikasi Informasi : Menyiarkan iklan anti-rokok di televisi, menyelenggarakan kampanye edukasi tentang bahaya rokok.

    2. Strategi advokasi untuk mengatasi peningkatan kasus obesitas pada remaja di daerah perlu dimulai dengan identifikasi masalah secara mendalam, dilanjutkan dengan perencanaan advokasi yang komprehensif, dan kemudian implementasi serta evaluasi yang berkelanjutan.
    1. Identifikasi Masalah:
    a. Pemeriksaan Data:
    Kumpulkan dan analisis data terkait prevalensi obesitas pada remaja, termasuk faktor-faktor risiko seperti pola makan, aktivitas fisik, dan perilaku layar.
    b. Identifikasi Faktor Risiko:
    Lakukan wawancara dan focus group discussion dengan remaja, orang tua, guru, dan tokoh masyarakat untuk memahami penyebab dan faktor-faktor yang mendukung peningkatan obesitas.
    c. Analisis Lingkungan:
    Evaluasi lingkungan fisik dan sosial yang memengaruhi perilaku makan dan aktivitas fisik remaja, seperti ketersediaan fasilitas olahraga, promosi makanan sehat, dan pengaruh media sosial.
    2. Perencanaan Advokasi:
    a. Target Audience:
    Tentukan kelompok sasaran advokasi, seperti pemerintah daerah, sekolah, komunitas, keluarga, dan remaja.
    Pesan Utama:
    Buat pesan yang jelas, persuasif, dan relevan dengan target audience, misalnya mengenai bahaya obesitas, pentingnya pola makan sehat, dan aktivitas fisik.
    Pilihan Strategi:
    Tentukan strategi advokasi yang tepat, seperti:
    Advokasi Politik: Tekankan pentingnya kebijakan yang mendukung pencegahan obesitas, seperti pengenaan pajak pada makanan tidak sehat atau promosi aktivitas fisik di sekolah.
    Advokasi Komunikasi: Manfaatkan media sosial, kampanye publik, dan kegiatan komunitas untuk meningkatkan kesadaran dan mengubah perilaku.
    Advokasi Pendidikan: Libatkan sekolah dalam program edukasi gizi dan aktivitas fisik, serta memberikan pelatihan kepada guru dan orang tua.
    Kemitraan:
    Bangun kemitraan dengan berbagai pihak, seperti lembaga kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan komunitas untuk memperkuat advokasi.
    3. Pelaksanaan Advokasi:
    a. Kampanye Publik:
    Rencanakan kampanye publik yang menarik dan informatif, misalnya melalui iklan, video, poster, atau kegiatan komunitas.
    b. Pendekatan Lintas Sektoral:
    Libatkan berbagai sektor pemerintah, sekolah, dan komunitas untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan advokasi.
    c. Pelatihan dan Edukasi:
    Lakukan pelatihan dan edukasi kepada remaja, orang tua, guru, dan tenaga kesehatan tentang pola makan sehat dan aktivitas fisik.
    d. Pengembangan Kebijakan:
    Dorong pemerintah daerah untuk mengadopsi kebijakan yang mendukung pencegahan obesitas, seperti regulasi makanan di sekolah atau pembangunan fasilitas olahraga.
    e. Pemantauan dan Evaluasi:
    Pantau secara berkala dampak advokasi dan lakukan evaluasi untuk memastikan efektivitas dan membuat penyesuaian jika diperlukan.
    4. Evaluasi:
    a. Pemantauan Kenaikan Obesitas:
    Lakukan pemeriksaan rutin mengenai prevalensi obesitas pada remaja untuk melihat dampak dari advokasi yang dilakukan.
    b. Umpan Balik dari Target Audience:
    Mengumpulkan umpan balik dari remaja, orang tua, guru, dan masyarakat untuk mengetahui efektivitas advokasi dan membuat penyesuaian.
    c. Penyesuaian Strategi:
    Jika diperlukan, lakukan penyesuaian strategi advokasi berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi.

    3. Tantangan yang Sering Dihadapi:
    1. Kurangnya Dukungan Politik:
    Penjelasan: Advokasi untuk perubahan kebijakan atau anggaran seringkali memerlukan dukungan dari para pembuat kebijakan. Jika tidak ada dukungan politik yang kuat, upaya advokasi dapat terhambat.
    Contoh: Advokasi untuk peningkatan anggaran kesehatan anak-anak di Depok, jika tidak didukung oleh anggota DPRD, maka kemungkinan kecil anggaran tersebut akan disetujui.
    2. Resistensi Terhadap Perubahan Perilaku:
    Penjelasan: Perubahan perilaku yang terkait dengan kesehatan, seperti berhenti merokok atau meningkatkan konsumsi buah-buahan, dapat menghadapi resistensi dari masyarakat.
    Contoh: Advokasi untuk pengurangan konsumsi gula pada makanan olahan di Depok, jika masyarakat tidak merespon positif dan tetap memilih makanan yang manis, maka upaya tersebut akan sulit mencapai tujuan.
    3. Tantangan Etis:
    Penjelasan: Beberapa isu promosi kesehatan, seperti vaksinasi atau kontrasepsi, dapat menimbulkan perdebatan etis.
    Contoh: Advokasi untuk vaksinasi COVID-19, jika muncul isu terkait keamanan atau efek samping, maka perlu dilakukan komunikasi yang hati-hati dan etis untuk meyakinkan masyarakat.

    Strategi untuk Mengatasinya:
    1. Membangun Koalisi Kuat:
    Penjelasan: Bergabung dengan organisasi atau kelompok lain yang memiliki tujuan yang sama dapat meningkatkan kekuatan advokasi.
    Contoh: Koalisi organisasi kesehatan masyarakat di Depok dapat melakukan advokasi bersama-sama untuk isu kesehatan lingkungan yang lebih luas.
    2. Menggunakan Data dan Bukti Ilmiah:
    Penjelasan: Data dan bukti ilmiah dapat digunakan untuk mendukung klaim dan pesan advokasi.
    Contoh: Data tentang prevalensi penyakit tidak menular di Depok dapat digunakan untuk mendukung advokasi untuk program pencegahan penyakit.
    3. Membangun Komunikasi yang Efektif dan Etis:
    Penjelasan: Komunikasi yang jelas, sederhana, dan etis dapat membantu meyakinkan publik.
    Contoh: Komunikasi promosi kesehatan mengenai bahaya rokok yang menggunakan media sosial dapat menjangkau lebih banyak orang dengan pesan yang sederhana dan jelas.
    4. Melibatkan Masyarakat:
    Penjelasan: Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk terlibat dalam proses advokasi dapat meningkatkan penerimaan pesan.
    Contoh: Melibatkan tokoh masyarakat atau komunitas di Depok dalam advokasi untuk pengurangan sampah plastik dapat meningkatkan partisipasi masyarakat.

  4. 1. Perbedaan Advokasi dan Komunikasi Kesehatan dalam Promosi Kesehatan dan contohnya.
    Advokasi itu seperti “membela” atau “memperjuangkan” sesuatu. Tujuannya adalah memengaruhi pembuat kebijakan, pemimpin, atau orang-orang yang punya kekuasaan untuk membuat keputusan demi mendukung suatu isu kesehatan. Fokusnya adalah mengubah lingkungan, aturan, atau sistem yang ada agar lebih sehat. Jadi, ini lebih ke arah aksi terencana untuk menciptakan perubahan kebijakan atau sistem.

    Contoh dalam kampanye anti-merokok:

    1. Mendesak pemerintah daerah untuk membuat peraturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di tempat umum seperti sekolah, rumah sakit, kantor, atau transportasi publik. Ini melibatkan lobi ke DPRD, audiensi dengan kepala daerah, dan mengumpulkan dukungan masyarakat agar perda KTR bisa disahkan dan diterapkan.
    2. Mendorong kenaikan cukai rokok secara signifikan agar harga rokok menjadi lebih mahal dan tidak terjangkau, terutama bagi remaja dan kalangan ekonomi rendah. Ini berarti perlu melakukan kajian, presentasi ke Kementerian Keuangan, dan bekerja sama dengan LSM untuk menyuarakan hal ini.

    Komunikasi Informasi
    Komunikasi informasi lebih fokus pada menyampaikan pengetahuan dan edukasi kepada masyarakat luas. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran, mengubah pengetahuan, sikap, dan perilaku individu. Ini dilakukan dengan menyebarkan pesan-pesan yang jelas, mudah dimengerti, dan persuasif.

    Contoh dalam kampanye anti-merokok:

    1. Membuat iklan layanan masyarakat (ILM) di televisi dan radio yang menampilkan dampak mengerikan dari merokok, seperti gambar paru-paru rusak atau penderita kanker. Pesannya langsung dan bertujuan menakut-nakuti atau mengedukasi.
    2. Membagikan pamflet, poster, atau infografis di fasilitas kesehatan, sekolah, atau tempat umum yang menjelaskan bahaya rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasif, serta manfaat berhenti merokok.

    2. Rancangan strategi advokasi, kepada pemerintah daerah yang mengalami peningkatan kasus obesitas pada remaja :
    1. Identifikasi Masalah yang Jelas
    Sebelum melangkah lebih jauh, kita harus punya data yang valid dan kuat tentang seberapa parah masalah obesitas di kalangan remaja di daerah tersebut.
    Kumpulkan data: Cari data prevalensi obesitas dan overweight pada remaja dari puskesmas, dinas kesehatan, atau penelitian yang sudah ada. Pisahkan berdasarkan kelompok usia (misalnya, 12-14 tahun, 15-18 tahun) dan gender.
    Temukan penyebabnya: Lakukan survei kecil atau diskusi kelompok terarah (focus group discussion) dengan remaja, orang tua, guru, dan ahli gizi untuk memahami kebiasaan makan, tingkat aktivitas fisik, akses ke makanan sehat, dan faktor lingkungan lainnya yang berkontribusi pada obesitas. Mungkin ada kendala seperti kurangnya sarana olahraga, promosi makanan cepat saji yang masif, atau kurangnya edukasi gizi.
    Dampak yang terlihat: Jelaskan dampak negatif obesitas pada remaja, seperti peningkatan risiko penyakit diabetes, jantung, masalah psikologis (kurangnya rasa percaya diri), dan penurunan prestasi akademik.

    2. Tentukan Tujuan Advokasi

    Setelah masalah teridentifikasi, rumuskan tujuan advokasi yang spesifik, terukur, dapat dicapai, relevan, dan terikat waktu (SMART).

    Tujuan utama: Misalnya, “Menurunkan angka prevalensi obesitas pada remaja di daerah X sebesar 10% dalam 3 tahun melalui kebijakan pemerintah daerah yang mendukung pola hidup sehat.”
    Tujuan pendukung:
    Mendorong pemerintah daerah untuk mengalokasikan anggaran khusus untuk program pencegahan obesitas remaja.
    Mewajibkan sekolah untuk menyediakan pilihan makanan sehat dan membatasi penjualan makanan tidak sehat di kantin.
    Meningkatkan ketersediaan dan akses ke fasilitas olahraga yang aman dan terjangkau bagi remaja.

    3. Identifikasi Sasaran Advokasi (Target Audiens)

    Siapa yang punya kekuatan untuk membuat perubahan kebijakan? Mereka adalah sasaran utama kita.

    Pemerintah Daerah:
    Dinas Kesehatan: Mereka punya peran teknis dan bisa jadi mitra kunci.
    Dinas Pendidikan: Punya otoritas di sekolah.
    Dinas Pemuda dan Olahraga: Bertanggung jawab atas fasilitas olahraga.
    Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda): Mengatur alokasi anggaran dan perencanaan pembangunan.
    DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah): Mereka membuat peraturan daerah (Perda) dan menyetujui anggaran.
    Kepala Daerah (Bupati/Walikota): Pembuat keputusan tertinggi.
    Pihak lain yang perlu dukungan: Organisasi masyarakat sipil (LSM), tokoh masyarakat, akademisi, media massa, asosiasi profesional (misalnya, Ikatan Dokter Anak Indonesia daerah).

    4. Kembangkan Pesan Kunci dan Bahan Advokasi

    Buat pesan yang ringkas, kuat, dan persuasif yang bisa menggugah hati dan pikiran pembuat kebijakan.

    Pesan Kunci:
    “Investasi pada kesehatan remaja hari ini adalah investasi masa depan daerah kita.”
    “Obesitas remaja bukan hanya masalah individu, tapi masalah kita bersama yang butuh solusi kebijakan.”
    “Mencegah lebih baik daripada mengobati: Cegah obesitas sekarang, hemat biaya kesehatan di masa depan.”
    Bahan Advokasi:
    Ringkasan kebijakan (policy brief): Dokumen singkat berisi data masalah, usulan kebijakan, dan manfaatnya.
    Lembar fakta (fact sheet): Data statistik mudah dibaca tentang obesitas remaja.
    Presentasi: Materi visual untuk audiensi.
    Testimoni: Cerita nyata dari remaja atau orang tua yang terdampak obesitas.
    Rekomendasi kebijakan: Daftar konkret tentang apa yang kita minta dari pemerintah daerah.

    5. Strategi Pelaksanaan Advokasi

    Ini adalah langkah nyata untuk menyampaikan pesan kita kepada sasaran.

    Bangun Koalisi: Bentuk tim advokasi yang solid, melibatkan berbagai pihak seperti profesional kesehatan, akademisi, orang tua, tokoh masyarakat, dan LSM. Semakin banyak pihak yang terlibat, semakin kuat suara kita.
    Lobi Langsung: Jadwalkan pertemuan dengan kepala dinas terkait, anggota DPRD, dan kepala daerah. Presentasikan data dan usulan kebijakan kita secara langsung. Fokus pada bagaimana usulan kita bisa menguntungkan daerah (misalnya, peningkatan kualitas SDM, pengurangan beban biaya kesehatan).
    Kampanye Media: Libatkan media massa (lokal) untuk memberitakan isu obesitas remaja dan upaya advokasi kita. Tulis rilis pers, artikel opini, atau undang jurnalis ke acara kita. Gunakan media sosial untuk menyebarkan pesan dan membangun dukungan publik.
    Penggalangan Dukungan Publik: Adakan acara-acara seperti jalan sehat, seminar, atau talk show yang melibatkan masyarakat. Kumpulkan tanda tangan petisi dukungan dari warga. Dukungan publik yang besar bisa menjadi tekanan kuat bagi pemerintah.
    Kerja Sama dengan Sekolah: Dekati Dinas Pendidikan untuk memulai program percontohan di beberapa sekolah, seperti edukasi gizi, program sarapan sehat, atau peningkatan aktivitas fisik di jam pelajaran. Ini bisa jadi contoh keberhasilan yang bisa diperluas.
    Pemantauan dan Evaluasi: Setelah program atau kebijakan berjalan, pantau implementasinya. Kumpulkan data untuk melihat apakah tujuan kita tercapai. Jika tidak, identifikasi kendalanya dan sesuaikan strategi advokasi kita.

    3. Tantangan yang sering dihadapi dalam kegiatan advokasi promosi kesehatan?beserta strateginya adalah ;
    Resistensi dari Pihak yang Berkepentingan (Stakeholder): Ini mungkin yang paling umum. Pihak-pihak yang diuntungkan dari status quo (misalnya, industri rokok, produsen makanan tidak sehat) atau pihak yang merasa kepentingannya terganggu oleh perubahan kebijakan kesehatan akan melakukan perlawanan. Mereka bisa melobi balik, menyebarkan informasi yang salah, atau bahkan menawarkan “bantuan” finansial yang bisa menjadi jebakan.
    Contoh: Perusahaan rokok seringkali melobi pemerintah untuk menunda atau menggagalkan kenaikan cukai rokok, atau mengklaim bahwa kebijakan tersebut akan merugikan petani tembakau.
    Keterbatasan Sumber Daya: Kegiatan advokasi membutuhkan dana, waktu, dan tenaga ahli. Organisasi promosi kesehatan, terutama yang nirlaba, seringkali memiliki anggaran terbatas. Ini bisa menyulitkan untuk melakukan riset mendalam, kampanye media yang luas, atau bahkan sekadar pertemuan rutin dengan pembuat kebijakan.
    Contoh: Sebuah LSM ingin mengadvokasi pembatasan iklan makanan manis untuk anak-anak, tetapi tidak punya cukup dana untuk membuat iklan tandingan atau melakukan survei nasional tentang dampak iklan tersebut.
    Kurangnya Data dan Bukti yang Kuat: Untuk meyakinkan pembuat kebijakan, kita butuh data dan bukti yang tidak terbantahkan. Jika data yang dimiliki tidak cukup kuat, tidak relevan, atau sulit dipahami, argumen advokasi kita akan lemah.
    Contoh: Sebuah kelompok advokasi ingin melarang penjualan minuman energi di sekolah, tetapi hanya punya data anekdot dari beberapa kasus, bukan penelitian komprehensif tentang dampak minuman energi pada kesehatan dan perilaku belajar siswa.
    Pergantian Kepemimpinan Politik atau Birokrasi: Di tingkat daerah maupun nasional, pergantian kepala daerah atau pejabat dinas bisa mengubah prioritas kebijakan. Kebijakan yang sudah diusulkan atau bahkan sedang berjalan bisa terhenti atau dibatalkan karena pemimpin baru memiliki visi yang berbeda.
    Contoh: Sebuah program edukasi gizi di sekolah yang sudah disepakati dengan kepala dinas pendidikan sebelumnya, tiba-tiba mandek setelah kepala dinas baru menjabat dan mengalihkan fokus ke isu lain.
    Isu Kesehatan yang Sensitif atau Kontroversial: Beberapa topik promosi kesehatan bisa sangat sensitif secara sosial atau budaya, sehingga menimbulkan resistensi dari masyarakat atau kelompok tertentu.
    Contoh: Advokasi pendidikan seks komprehensif untuk remaja sering menghadapi tentangan dari kelompok agama atau orang tua yang menganggapnya tabu atau tidak sesuai nilai.
    Kurangnya Pemahaman Publik: Jika masyarakat tidak memahami mengapa suatu kebijakan kesehatan itu penting, dukungan publik akan rendah. Pembuat kebijakan cenderung tidak akan mengambil risiko membuat keputusan yang tidak populer.
    Contoh: Masyarakat belum sepenuhnya memahami bahaya polusi udara, sehingga sulit untuk menggalang dukungan publik yang kuat untuk kebijakan yang membatasi penggunaan kendaraan pribadi.

    Strategi Mengatasi Tantangan Secara Efektif dan Etis

    Menghadapi tantangan-tantangan di atas, kita perlu strategi yang jitu dan selalu berpegang pada prinsip etika.

    Membangun Koalisi dan Jaringan Kuat:
    Strategi: Jangan bergerak sendiri. Bentuk aliansi dengan organisasi lain (LSM, akademisi, kelompok masyarakat, profesional kesehatan, media). Semakin banyak pihak yang bersatu, semakin besar kekuatan tawar (bargaining power) dan jangkauan advokasi kita. Libatkan juga para “influencer” atau tokoh masyarakat yang disegani.
    Etika: Pastikan semua anggota koalisi memiliki tujuan yang sama dan transparan mengenai agenda mereka. Hindari koalisi dengan pihak yang punya konflik kepentingan tersembunyi.
    Contoh: Untuk mengadvokasi pelarangan iklan rokok, kita bisa bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), LSM perlindungan anak, organisasi ibu-ibu, hingga media massa. Mereka bisa memberikan perspektif berbeda dan jangkauan yang lebih luas.

    Mengumpulkan dan Menyajikan Bukti Ilmiah yang Kuat:
    Strategi: Lakukan riset mendalam. Gunakan data yang valid, studi kasus, dan bukti ilmiah dari sumber terpercaya (WHO, Kementerian Kesehatan, jurnal ilmiah). Sajikan data dalam format yang mudah dipahami (infografis, policy brief, presentasi interaktif).
    Etika: Jangan memanipulasi data atau menyajikan informasi yang tidak akurat. Jujur dan transparan tentang metodologi dan keterbatasan data.
    Contoh: Saat mengadvokasi kebijakan bebas trans-fat dalam makanan olahan, sajikan data dari penelitian yang menunjukkan korelasi kuat antara konsumsi trans-fat dan peningkatan risiko penyakit jantung, lengkap dengan dampak ekonomi dari penanganan penyakit tersebut.

    Mengembangkan Pesan Kunci yang Persuasif dan Relevan:
    Strategi: Buat pesan yang ringkas, jelas, dan beresonansi dengan audiens target (pembuat kebijakan, masyarakat). Fokus pada manfaat kebijakan bagi mereka atau konstituen mereka (misalnya, peningkatan kesehatan masyarakat berarti penurunan biaya kesehatan, peningkatan produktivitas kerja). Sesuaikan pesan untuk kelompok audiens yang berbeda.
    Etika: Jangan menggunakan taktik menakut-nakuti yang berlebihan atau informasi yang dilebih-lebihkan. Berikan harapan dan solusi yang realistis.
    Contoh: Untuk mengadvokasi dana lebih untuk program olahraga remaja, pesannya bisa: “Remaja sehat, produktivitas daerah meningkat. Investasi pada fasilitas olahraga adalah investasi pada masa depan sumber daya manusia kita.”

    Membangun Hubungan Positif dengan Pembuat Kebijakan dan Birokrasi:
    Strategi: Jalin komunikasi yang baik, hormati waktu mereka, dan pahami batasan serta prioritas mereka. Berikan solusi, bukan hanya masalah. Bersikaplah sebagai mitra yang membantu mereka mencapai tujuan pembangunan.
    Etika: Hindari praktik lobi yang tidak etis seperti menyuap atau memberikan hadiah mahal. Semua interaksi harus transparan dan profesional.
    Contoh: Secara rutin menghadiri forum-forum publik yang diadakan pemerintah daerah, memberikan masukan konstruktif, atau mengundang mereka untuk melihat langsung dampak masalah kesehatan di lapangan.

    Memanfaatkan Kekuatan Media dan Dukungan Publik:
    Strategi: Libatkan media massa (cetak, elektronik, online) untuk menyebarkan informasi dan membangun opini publik. Adakan kampanye media sosial, petisi online, atau acara publik untuk menunjukkan dukungan masyarakat yang luas.
    Etika: Pastikan informasi yang disebarkan ke media akurat dan tidak menyerang individu atau kelompok secara personal. Fokus pada isu kebijakan.
    Contoh: Mengadakan konferensi pers bersama tokoh masyarakat dan pakar kesehatan untuk mengumumkan temuan penelitian tentang dampak polusi udara terhadap anak-anak, kemudian mendorong masyarakat untuk mengirim e-mail atau telepon anggota DPRD mereka.

    Mengidentifikasi dan Mengatasi Argumen Penolakan:
    Strategi: Antisipasi argumen yang mungkin muncul dari pihak yang menentang dan siapkan bantahan dengan data dan fakta. Pahami motif penolakan mereka.
    Etika: Jawab argumen penolakan dengan data dan logika, bukan dengan serangan pribadi. Berpegang pada fakta.
    Contoh: Jika pihak industri makanan olahan berargumen bahwa pembatasan gula akan merugikan ekonomi, kita bisa menyajikan data tentang penghematan biaya kesehatan jangka panjang akibat penurunan angka diabetes dan penyakit jantung.

  5. Nama: Suminarti
    Npm:02230200022

    Jawaban
    1. Perbedaan:

    Advokasi adalah proses memengaruhi pengambil keputusan atau pemangku kepentingan untuk mendukung suatu kebijakan/program kesehatan. Fokusnya adalah mengubah kebijakan atau sistem.

    Komunikasi informasi (informasi, edukasi, komunikasi / IEC) adalah proses menyampaikan informasi kepada masyarakat luas untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran individu.

    Contoh:
    Advokasi: Mengajukan usulan ke DPR dan Kementerian Keuangan untuk menaikkan cukai rokok melalui data kematian akibat rokok dan kampanye oleh koalisi LSM, akademisi, dan media.

    Komunikasi informasi: Menyebarkan poster, video edukatif, dan kampanye media sosial tentang bahaya merokok kepada pelajar dan masyarakat umum.

    2. Langkah-langkah Strategi Advokasi:
    1. Identifikasi Masalah Kesehatan:
    Data dari Puskesmas menunjukkan lonjakan obesitas pada remaja akibat konsumsi junk food dan minimnya aktivitas fisik.
    2. Analisis Pemangku Kepentingan:
    Pendukung: Dinas Kesehatan, sekolah, orang tua, organisasi profesi.
    Penentang: Industri makanan cepat saji lokal.
    Netral: Dinas Pendidikan.
    3. Penentuan Tujuan Advokasi:
    Mendorong pemerintah daerah membuat kebijakan kantin sehat di sekolah dan program olahraga wajib mingguan untuk remaja.
    4. Penyusunan Pesan Advokasi:
    “1 dari 3 remaja di kota ini mengalami obesitas — Saatnya bertindak! Data sudah jelas, kita butuh kebijakan kantin sehat sekarang.”
    5. Pemilihan Strategi dan Media:
    a. Audiensi dengan kepala daerah dan DPRD.
    b. Media lokal: liputan tentang dampak obesitas.
    c. Surat terbuka dari komunitas kesehatan.
    d. Kampanye online menggunakan testimoni remaja dan orang tua.
    6. Pelaksanaan dan Pemantauan:
    a. Evaluasi respons dari pemerintah.
    b. Pantau apakah kebijakan diterapkan dan efektif (misal: perubahan menu di kantin, kehadiran olahraga rutin).
    c. Tindak lanjut jika belum ada tindakan (misal: petisi atau forum warga).

    3. Tantangan:
    a. Resistensi dari pihak yang merasa terancam.
    Contoh: Industri rokok menolak kenaikan cukai karena alasan ekonomi.
    Strategi: Bangun narasi berbasis data dan nilai sosial. Libatkan tokoh masyarakat dan media untuk menekankan dampak kesehatan yang lebih besar dibanding keuntungan ekonomi.
    b. Kurangnya kapasitas SDM dalam komunikasi strategis
    Banyak petugas kesehatan belum terlatih menyusun pesan advokasi yang efektif.
    Strategi: Pelatihan komunikasi advokasi, penggunaan infografis berbasis data agar lebih mudah dipahami oleh pengambil kebijakan.
    c. Minimnya dukungan politik atau anggaran.
    Contoh: Pemerintah daerah tidak menganggarkan kampanye kesehatan karena dianggap tidak prioritas.
    Strategi: Bangun koalisi lintas sektor (LSM, akademisi, media) untuk meningkatkan tekanan publik dan menunjukkan bahwa investasi kesehatan mencegah biaya lebih besar di masa depan.
    d. Ketidakpahaman publik terhadap isu kesehatan.
    Contoh: Masyarakat menganggap obesitas hanya soal penampilan, bukan ancaman kesehatan.
    Strategi: Kampanye publik yang kontekstual, menyentuh kehidupan sehari-hari (misalnya testimoni nyata, dampak ekonomi keluarga), melibatkan penerima manfaat (remaja, orang tua).

    • Arianty Fera – 02230100004

      1. Jelaskan perbedaan antara advokasi dan komunikasi informasi dalam promosi kesehatan! Berikan contoh masing-masing dalam konteks kampanye anti-merokok.

      A. Advokasi Kesehatan (Health Advocacy)
      Definisi:
      Advokasi kesehatan adalah upaya sistematis untuk memengaruhi kebijakan publik, peraturan, atau keputusan kelembagaan demi menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan masyarakat.
      Ciri-ciri:
      – Fokus pada perubahan kebijakan, sistem, dan lingkungan.
      – Menargetkan pengambil kebijakan, lembaga, atau kelompok berpengaruh.
      – Diperkuat oleh data, koalisi, dan tekanan sosial atau politik.
      Contoh dalam kampanye anti-merokok:
      Mengadvokasi pemerintah daerah agar menerapkan peraturan kawasan tanpa rokok (KTR) di tempat umum dan sekolah. Termasuk bertemu anggota dewan, membuat petisi, atau membentuk aliansi masyarakat sipil untuk mendesak pelarangan iklan rokok di media lokal.

      B. Komunikasi Informasi (Health Communication/Information Dissemination)
      Definisi:
      Komunikasi informasi adalah proses menyampaikan pesan kesehatan kepada individu atau masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan perubahan perilaku.
      Ciri-ciri:
      – Fokus pada individu atau kelompok masyarakat.
      – Bertujuan untuk mengedukasi dan memotivasi perubahan perilaku.
      – Menggunakan media massa, media sosial, poster, kampanye digital, dll.
      Contoh dalam kampanye anti-merokok:
      Menyebarkan poster dan video edukasi di media sosial tentang bahaya merokok bagi kesehatan paru-paru dan risiko kanker. Bisa juga berupa iklan layanan masyarakat yang menunjukkan dampak merokok pada keluarga.

      2. Sebuah daerah mengalami peningkatan kasus obesitas pada remaja. Rancanglah strategi advokasi kepada pemerintah daerah untuk mengatasi masalah tersebut, mulai dari identifikasi masalah hingga strategi pelaksanaannya.
      Strategi Advokasi kepada pemerintah:
      1. Identifikasi Masalah
      a. Data dan Bukti
      – Kumpulkan data lokal: prevalensi obesitas pada remaja berdasarkan survei
      kesehatan sekolah, puskesmas, atau Dinkes.
      – Identifikasi tren peningkatan dan kelompok paling terdampak.
      – Analisis faktor penyebab: pola makan tidak sehat, kurang aktivitas fisik,
      konsumsi makanan ultra-proses, minimnya edukasi gizi.
      b. Dampak
      – Jangka pendek: gangguan kepercayaan diri, bullying, kelelahan.
      – Jangka panjang: risiko diabetes, hipertensi, penyakit jantung, beban biaya
      kesehatan.

      2. Penetapan Tujuan Advokasi
      Tujuan Umum:
      Mendukung pemerintah daerah untuk menerapkan kebijakan dan program yang
      menurunkan prevalensi obesitas remaja secara berkelanjutan.
      Tujuan Khusus:
      – Meningkatkan ketersediaan makanan sehat di kantin sekolah.
      – Mewajibkan jam aktivitas fisik minimal 30 menit/hari di sekolah.
      – Membatasi iklan makanan tidak sehat di dekat sekolah.

      3. Identifikasi Sasaran Advokasi
      Sasaran Langsung Sasaran Tidak Langsung
      Kepala Dinas Kesehatan Kepala sekolah, guru
      Kepala Dinas Pendidikan Orang tua dan komite sekolah
      DPRD Komisi Kesehatan/Pendidikan Media lokal, tokoh masyarakat
      Bupati/Wali Kota LSM dan organisasi pemuda

      4. Pengembangan Pesan Advokasi
      a. Pesan Utama
      “Remaja sehat hari ini, adalah SDM unggul masa depan. Pemerintah perlu bertindak sekarang untuk cegah generasi gemuk yang sakit-sakitan.”
      b. Pesan Pendukung (berbasis data lokal):
      • “1 dari 5 remaja di kota ini mengalami obesitas.”
      • “Kantin sekolah justru mempercepat risiko diabetes di usia muda.”
      • “Investasi pada gizi remaja = penghematan biaya kesehatan di masa depan.”

      5. Strategi Pelaksanaan Advokasi
      a. Aliansi dan Koalisi
      • Bentuk koalisi “Peduli Remaja Sehat” yang melibatkan:
      o Dinas Kesehatan dan Pendidikan
      o Organisasi profesi (IDAI, POGI, ahli gizi)
      o LSM dan media lokal
      o Komite sekolah dan OSIS
      b. Kegiatan Advokasi
      1. Audiensi resmi ke DPRD dan Bupati/Wali Kota: ajukan kebijakan regulasi kantin sehat dan jam olahraga wajib.
      2. Forum diskusi publik: undang pakar, remaja, dan orang tua untuk menyuarakan kebutuhan.
      3. Kampanye media: publikasikan infografis dan kisah nyata dampak obesitas di media lokal untuk membangun tekanan publik.
      4. Draft kebijakan: bantu susun naskah akademik atau Perbup/Perda tentang “Pencegahan dan Pengendalian Obesitas pada Remaja.”

      6. Monitoring dan Evaluasi
      • Buat indikator keberhasilan:
      o Terbitnya kebijakan atau Perda
      o Jumlah sekolah yang menerapkan kantin sehat
      o Peningkatan aktivitas fisik di sekolah
      • Evaluasi tahunan dengan Dinkes dan Dindik
      • Libatkan remaja dalam pemantauan pelaksanaan di sekolah

      3. Apa saja tantangan yang sering dihadapi dalam kegiatan advokasi promosi kesehatan? Bagaimana strategi untuk mengatasinya secara efektif dan etis? Jelaskan disertai contoh.

      Tantangan Umum dalam Advokasi Promosi Kesehatan & Strategi Mengatasinya
      Tantangan Penjelasan Strategi Etis dan Efektif Contoh
      1. Kurangnya kemauan politik (political will) Pengambil kebijakan enggan bertindak karena isu dianggap tidak prioritas atau sensitif. – Sajikan data lokal yang kuat dan menyentuh.
      – Bangun dukungan publik untuk menciptakan tekanan sosial.
      – Lakukan pendekatan personal kepada aktor kunci. Advokasi anti-merokok di daerah yang pendapatannya disokong oleh iklan rokok → Tampilkan data penyakit akibat rokok di wilayah tersebut & dampaknya pada produktivitas.
      2. Kepentingan ekonomi atau industri yang besar Kepentingan bisnis (makanan cepat saji, rokok, dsb.) bertentangan dengan kebijakan kesehatan. – Gunakan pendekatan berbasis hak kesehatan.
      – Gandeng media untuk meningkatkan kesadaran publik.
      – Fokus pada regulasi yang tidak melarang usaha tapi mengatur promosi atau distribusi. Dalam advokasi kantin sehat, hadapi vendor makanan tidak sehat dengan memberi opsi substitusi (makanan lokal bergizi).
      3. Minimnya partisipasi masyarakat Masyarakat tidak sadar pentingnya isu, atau pasif karena merasa tidak punya pengaruh. – Libatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, guru, atau pemuda sebagai duta.
      – Gunakan media sosial untuk menjangkau generasi muda.
      – Fasilitasi dialog komunitas. Dalam kampanye obesitas remaja, rekrut influencer lokal untuk menyuarakan hidup aktif & makan sehat.
      4. Ketergantungan pada pendekatan teknis, bukan sistemik Advokasi hanya fokus pada edukasi, bukan perubahan struktur/kebijakan. – Tekankan pentingnya regulasi dan insentif sistemik (misal subsidi makanan sehat).
      – Bentuk koalisi lintas sektor. Edukasi saja tidak cukup → dorong kebijakan larangan iklan junk food di dekat sekolah.
      5. Sumber daya terbatas (tenaga, waktu, dana) Kegiatan advokasi sering dilakukan oleh LSM kecil atau relawan. – Kolaborasi lintas lembaga atau antar-LSM.
      – Manfaatkan teknologi rendah biaya (media sosial, webinar).
      – Prioritaskan target realistis & bertahap. Advokasi kawasan tanpa rokok dilakukan bersama kampus, media komunitas, dan organisasi pemuda lokal.

      Contoh Strategi Advokasi Etis dalam Konteks Nyata
      Konteks: Advokasi larangan iklan rokok di kota X.
      Tantangan:
      • Pemerintah daerah menerima pendapatan besar dari sponsor rokok.
      • Iklan rokok menjadi bagian dari event budaya tahunan.
      Strategi Etis:
      • Bangun koalisi dengan organisasi kesehatan, tokoh agama, dan orang tua siswa.
      • Kampanye berbasis hak anak atas lingkungan sehat, bukan sekadar larangan iklan.
      • Sajikan data lokal: kasus kanker paru meningkat, pengeluaran BPJS tinggi.
      • Tawarkan solusi win-win: cari sponsor pengganti dari sektor kesehatan atau pendidikan untuk event budaya.

      Prinsip Etis yang Harus Dijaga dalam Advokasi:
      1. Transparansi: Jujur soal tujuan dan data yang digunakan.
      2. Non-diskriminasi: Tidak menyudutkan kelompok tertentu (misalnya pelaku UMKM makanan cepat saji).
      3. Partisipatif: Libatkan kelompok yang terdampak dalam proses pengambilan keputusan.
      4. Berbasis bukti: Hindari pendekatan sensasional, fokus pada data dan analisis.

  6. 1. Perbedaan antara Advokasi dan Komunikasi Informasi dalam Promosi Kesehatan + Contoh
    Tujuan utama advokasi Mempengaruhi kebijakan atau keputusan pemangku kepentingan sedangkan komunikasi informasi yaitu Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat umum.
    Sasaran utama advokasi Pengambil kebijakan, pemimpin opini, tokoh masyarakat Masyarakat luas, individu, komunitas umum
    sedangkan komunikasi informasi yaitu Pendekatan Persuasif dan secara politis Informatif dan edukatif
    Bentuk kegiatan untuk advokasi yaitu Audiensi, lobi, sedangkan komunikasi informasi yaitu dialog kebijakan Penyuluhan, kampanye media, edukasi publik
    Contoh dalam kampanye anti-merokok:

    Advokasi:
    Melakukan audiensi dengan DPRD dan Dinas Kesehatan untuk mengusulkan perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di sekolah dan tempat umum.

    Komunikasi Informasi:
    Menggelar kampanye media sosial berisi fakta bahaya rokok, atau membuat poster dan video edukatif yang disebar di sekolah dan puskesmas.

    2. Strategi Advokasi Penanggulangan Obesitas Remaja di Suatu Daerah
    Langkah Strategis:
    a. Identifikasi Masalah:

    Data lokal menunjukkan peningkatan signifikan kasus obesitas pada remaja dalam 5 tahun terakhir.

    Faktor penyebab: pola makan tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik, lingkungan sekolah tidak mendukung gaya hidup sehat.

    b. Tujuan Advokasi:

    Mendorong pemerintah daerah membuat kebijakan yang mendukung pola hidup sehat bagi remaja.

    c. Sasaran Advokasi:

    DPRD, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Kepala Daerah.

    d. Pesan Utama:

    “Remaja Sehat, Masa Depan Daerah Terjaga.”

    Menyampaikan bahwa obesitas bukan sekadar isu penampilan, tetapi masalah kesehatan jangka panjang (diabetes, jantung, dsb).

    e. Strategi Pelaksanaan:

    Pengumpulan Bukti:

    Survei, data kesehatan, hasil riset lokal.

    Kemitraan:

    Libatkan akademisi, organisasi profesi, media, dan tokoh masyarakat.

    Audiensi dan Lobi:

    Bertemu pemangku kebijakan, sampaikan data dan usulan kebijakan seperti:

    Menyediakan kantin sehat di sekolah.

    Aktivitas fisik 30 menit/hari di sekolah.

    Larangan iklan makanan tidak sehat di area sekolah.

    Media Engagement:

    Gunakan media lokal untuk mengangkat isu ini dan mendukung opini publik.

    Monitoring dan Evaluasi:

    Pantau pelaksanaan kebijakan dan lakukan evaluasi berkala dampaknya terhadap status gizi remaja.

    3. Tantangan dalam Advokasi Promosi Kesehatan dan Cara Mengatasinya
    Tantangan Strategi Mengatasi Contoh
    Kurangnya dukungan politik atau kepentingan yang bertentangan
    –> Libatkan tokoh berpengaruh dan tunjukkan manfaat ekonomi jangka panjang Menjelaskan pada DPRD bahwa program anti-obesitas menurunkan biaya layanan kesehatan daerah.
    –> Kurangnya data atau bukti ilmiah lokal. Kumpulkan data dari lapangan, riset kecil, kerja sama dengan akademisi lokal Survei status gizi remaja di sekolah-sekolah sebelum melakukan advokasi.
    –> Resistensi dari masyarakat atau pemangku kepentingan Gunakan pendekatan partisipatif dan komunikatif, pahami kepentingan mereka Keterlibatan guru dan orang tua dalam penyusunan program kantin sehat.
    Kurangnya kapasitas SDM advokat kesehatan Pelatihan advokasi, membentuk tim lintas sektor yang terlatih
    Pelatihan petugas puskesmas dan LSM lokal dalam teknik advokasi dan komunikasi kebijakan.
    Etika dalam pendekatan (memaksakan kehendak, manipulatif) Gunakan pendekatan transparan, berdasarkan data, menghargai pandangan semua pihak
    Menyampaikan risiko obesitas tanpa menyalahkan individu atau menciptakan stigma.

  7. Ria Ariyanti (02230200023)
    1. Perbedaan Advokasi dan komunikasi informasi dalam bidang kesehatan yaitu ;

    ADVOKASI adalah proses memengaruhi pengambil keputusan atau pemangku kebijakan untuk mendukung suatu isu kesehatan melalui pendekatan strategis, berbasis data dan bersifat Politis.
    Contohnya ; Mendorong DPR dan kementrian Kesehatan untuk menaikkan tarif cukai rokok melalui data kematian akibat rokok dan beban ekonomi terhadap BPJS.

    KOMUNIKASI Informasi adalah Upaya menyebarkan pengetahuan atau pesan kesehatan kepada masyarakat umum agar mereka memiliki pemahaman dan kesadaran terhadap suatu isu.
    Contohnya ; menyebarkan infografis bahaya rokok melalui media sosial kepada masyarakat luas agar mereka berhenti merokok atau tidak mulai merokok.

    2. StrategiAdvokasi Obesitas Remaja
    A. Identifikasi masalah
    * kumpulkan data dari surveilans gizi,
    puskesmas, dan sekolah terkait
    peningkatan obesitas pada remaja
    * Identifikasi faktor penyebab : konsumsi
    makanan tinggi kalori, kurang aktivitas
    fisik, pola hidup sedntari
    B. Analisi pemangku kepentingan
    * Pendukung potensial : Dinas Kesehatan,
    Dinas pendidikan, guru, orangtua,
    komunitas kesehatan
    * Penolak potensial : kantin sekolah,
    pelaku industri makanan cepat saji
    * Netral : tokoh masyarakat dan media
    C. Penetapan tujuan Advokasi
    * mewujudkan kantin sehat di sekolah
    * mewajibkan pelajaran olahraga minimal
    1-2 kali per minggu
    * menggalakkan kampanye edukasi gizi di
    sekolah
    D. penyusunan pesan advokasi
    * pesan harus singkat berbasis data dan
    menyentuh kepentingan lokal
    E. pemilihan strategi dan media
    * Audiensi langsung ke Bupati/Walikota
    DPRD, dan dinas terkait
    * Publikasi di media lokal dan media
    sosial untuk menggalang dukungan
    publik
    * Kolaborasi dengan organisasi remaja
    dan influensee lokal
    F. Pelaksanaan dan Pemantauan
    * Laksanakan pertemuan formal dan
    informal dengan pemangku kepentingan
    * Pantau implementasi kebijakan. cek
    penerapan kantin sehat dankurikulum
    olahraga
    * Evaluasi dampak kebijakan melalui data
    selurveilans rutindan umpan balik dari
    sekolah

    3 Tantangan Advokasi Promosi Kesehatan
    A. Resistensi dari pihak yang merasa
    terancam.
    contohnya: industri rokok menolak
    kebijakan kenaikan cukai karena d anggap
    mengganggu kepentingan ekonomi
    mereka
    B. Kurangnya kapslasitas SDM dalam
    menyusun pesan strategis
    Banyak tenaga kesehatan belum terlatih
    dalam komunikasi advokasi yang efektif,
    termasuk negosiasi dan presentasi data
    C. Minimnya dukungan anggaran
    kegiatan advokasi sering tidak mendapat
    prioritas dalam alokasi dana program
    kesehatan
    D. Rendahnya pemahaman publik terhadap
    isu kesehatan
    Masyarakat belum melihat urgensi isu
    seperti obesitas, rokok, atau gizi buruk
    sebagai masalah serius

    II. Strategi mengatasi tantangan
    a. Membangun koalisi lintas sektor
    melibatkan akademi, LSM, tokoh
    masyarakat, dan media untuk
    memperkuat posisi suara advokasi
    b. Peningkatan kapasitas advokasi
    pelatihan tentang komunikasi publik ,
    penyusunan pesan advokasi bukti serta
    teknik lobi dan negisiasi
    c. Penggunaan data lokal yang relevan
    data daerah sendiri lebih kuat dampaknya
    untuk menyentuh pembuat kebijakan dan
    masyarakat
    d. pendekatan etis dan partisipatif
    melibatkan komunitas yang terdampak
    langsung, menjaga transparansi pesan
    serta tetap fokus pada kepentingan
    publik
    Contoh : koalisi antara akademi, LSM
    kesehatan, dan organisasi profesi
    menggunakan data lokal tentang
    kematian akibat rokok dan beban
    pembiayaan BPJS

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini