Jakarta, 20 Agustus 2024 – Banyak anak Indonesia yang telah mampu membaca secara teknis, namun sayangnya, kemampuan tersebut tidak selalu diiringi dengan pemahaman terhadap isi bacaan. Fenomena ini menjadi sorotan penting dalam dunia pendidikan, khususnya dalam peningkatan literasi siswa.
Menurut data dari Program for International Student Assessment (PISA) 2018, Indonesia menempati posisi ke-72 dari 78 negara dalam hal literasi. Meski sebagian besar siswa Indonesia mampu mengenali dan membaca teks, mereka kesulitan memahami makna dari apa yang mereka baca. Kondisi ini memunculkan istilah “literate but uncomprehending” atau mampu membaca tetapi tidak memahami.
Dalam sebuah penelitian yang dipublikasikan oleh Rahmat Hidayat (2020) dalam Jurnal Pendidikan Indonesia, disebutkan bahwa rendahnya kemampuan memahami bacaan pada siswa di Indonesia disebabkan oleh terbatasnya kemampuan berpikir kritis yang dilatih di sekolah. “Pembelajaran di sekolah masih cenderung berfokus pada kemampuan menghafal dan membaca teks secara harfiah, sementara kemampuan untuk menginterpretasi dan menganalisis isi bacaan belum menjadi prioritas,” tulis Hidayat.
Sebuah studi lain yang dilakukan oleh Taufik Abdullah dan tim (2021) dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan juga menunjukkan bahwa kebiasaan membaca di rumah sangat mempengaruhi pemahaman bacaan siswa. Studi tersebut menemukan bahwa anak-anak yang terbiasa berdiskusi tentang isi bacaan bersama orang tua cenderung memiliki kemampuan literasi yang lebih baik. “Budaya literasi harus dimulai dari lingkungan rumah, dengan mendorong anak untuk berpikir kritis melalui kegiatan membaca yang interaktif,” jelas Abdullah dalam penelitian tersebut.
Salah satu solusi yang ditawarkan oleh para ahli adalah meningkatkan metode pembelajaran berbasis literasi kritis. Dalam buku Literasi dalam Pendidikan: Pendekatan Kritis (Siregar, 2019), disarankan agar guru lebih aktif mengajarkan teknik membaca mendalam seperti inferensi, analisis kontekstual, dan pemetaan ide. Dengan cara ini, anak-anak tidak hanya diajarkan untuk membaca, tetapi juga untuk berpikir kritis dan memahami isi dari apa yang mereka baca.
Dukungan dari lingkungan keluarga juga sangat penting. Penyediaan bahan bacaan yang sesuai usia dan kampanye literasi keluarga dapat membangun budaya membaca yang lebih menyeluruh. Dalam buku yang sama, Siregar menekankan pentingnya keterlibatan orang tua dalam mendampingi anak-anak dalam kegiatan literasi di rumah.
Artikel ini mengingatkan kita bahwa literasi bukan hanya tentang kemampuan teknis membaca, tetapi juga mencakup pemahaman mendalam yang membantu anak-anak menjadi pembaca yang kritis dan analitis. Perubahan harus dimulai dari pendekatan pendidikan di sekolah, didukung oleh lingkungan keluarga dan masyarakat yang literasi.
Referensi:
- Hidayat, R. (2020). “Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Membaca Siswa di Indonesia.” Jurnal Pendidikan Indonesia, 9(3), 45-58.
- Abdullah, T., & Tim. (2021). “Pengaruh Budaya Literasi di Rumah Terhadap Pemahaman Bacaan Siswa.” Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 26(2), 102-118.
- Siregar, R. (2019). Literasi dalam Pendidikan: Pendekatan Kritis. Jakarta: Pustaka Edukasi.
Penulis. Erwin Sujana